Masyarakat pun menuntut adanya keterbukaan serta pertanggungjawaban dari pihak terkait, terutama pihak anggota Legislatif yang menjadi perwakilan rakyat di DPRD Luwu sebagai fungsi pengawasannya legisltaif.
Apakah benar ada unsur korporasi yang bermain dalam proyek ini? Ataukah ini hanya kelalaian administrasi semata? Semua mata kini tertuju pada langkah pemerintah daerah dalam menindaklanjuti persoalan ini.
Sementara itu, sejumlah aktivis anti-korupsi mulai menyuarakan desakan agar pihak berwenang, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), turun tangan menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proyek ini.
Menurut salah satu aktivis, Andi Baso, renovasi yang dilakukan tanpa perencanaan yang jelas bisa mengarah pada praktik korupsi yang merugikan keuangan daerah.
“Jika proyek ini memang benar tanpa RAB dan tidak melalui mekanisme pengadaan yang sesuai aturan, maka harus segera diaudit secara menyeluruh. Pengadaan barang dan jasa pemerintah seharusnya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan UU Nomor 1 Tahun 2004 serta LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tenatang Pedoman Pengadaan Barang dan jasa melalui penyedia. Aturan ini menekankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan persaingan sehat dalam setiap proses pengadaan.” tegasnya.