Berdasarkan temuan awal dari informasi yang dimediakan salah satu media lokal, pola kerja sama yang dilakukan oleh Dinas Kominfo Luwu dengan media-media yang tidak memiliki legalitas resmi, dapat diduga melanggar sejumlah ketentuan perundang-undangan yang mengatur tata kelola anggaran dan kerja sama media pemerintah.
“Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Komunikasi dan Informatika, dinas terkait wajib menjalin kerja sama dengan media yang terverifikasi secara administrasi dan faktual oleh Dewan Pers. Hal ini bertujuan untuk menjamin profesionalisme, integritas, serta akuntabilitas dalam penyebaran informasi publik.” Ungkap Sirul.
Selain itu, kerja sama pengelolaan informasi dan publikasi anggaran pemerintah daerah juga harus tunduk pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mengatur bahwa setiap pengeluaran APBD harus didasarkan pada prinsip efisiensi, efektivitas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lanjut Pengacara dan Konsultan Hukum Nakassar ini menilai bahwa keterlibatan oknum pejabat Dinas Kominfo Luwu dalam menyalurkan anggaran kepada media ilegal, apalagi yang diduga fiktif atau tidak berbadan hokum. Jelas merupakan penyimpangan dari aturan keuangan negara yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
“Jika terbukti ada pencairan anggaran untuk media yang tidak memenuhi syarat administratif, maka itu adalah bentuk penyalahgunaan wewenang, dan bisa dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.