Bulan Maret 2025 menandai genapnya 10 tahun intervensi militer Kerajaan Arab Saudi ke Yaman.
Targetnya jelas, menghentikan serangan serangan rudal dari kelompok bersenjata Houthi, yang telah menumbangkan Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi.
Terkini, Yaman (baca: Houthi) dicecar serangan militer Amerika Serikat), sebagaimana laporan Portal News berikut ini.
BERBAGAI serangan Houthi dianggap sudah sangat membahayakan, karena targetnya juga mengarah ke tempat-tempat suci Islam di Arab Saudi, kendati mereka sama-sama menganut Islam.
Yaman sendiri adalah etnis Arab yang jumlahnya dominan di antara orang-orang Arab yang datang ke Indonesia sejak ratusan tahun silam.
Dewasa ini, keturunan Yaman di Indonesia yang dikenal ekstrim adalah Riziq Shihab, yang akhir-akhir ini juga menimbulkan konflik internal di kalangan sesama penganut Islam, akibat kalimat-kalimat yang dianggap kasar, semisal “jendral-jendral monyet”.
Dilansir Portal News dari lembaga pemikir (think tank) Arab Center Washington DC (ACW), Selasa, 25 Maret 2025, ACW sendiri adalah organisasi penelitian nirlaba, independen, dan nonpartisan.
Tujuannya, antara lain, mendedikasikan diri untuk memajukan pemahaman politik, ekonomi, dan sosial tentang dunia Arab di Amerika Serikat (AS).
Masih dari ACW, tepat satu dekade lalu, Arab Saudi mengumumkan peluncuran intervensi militer di Yaman, dengan janji untuk memimpin koalisi lebih dari 10 negara—meskipun beberapa negara kemudian mengakhiri partisipasi mereka—melawan Houthi,yang secara resmi disebut sebagai Ansar Allah.
Didukung oleh AS,Inggris, dan negara-negara Barat lainnya dengan senjata dan intelijen bersama, sejak 26 Maret 2015, koalisi Saudi memulai serangan udara di wilayah yang dikuasai Houthi, yang memicu konflik yang akan berlangsung selama bertahun-tahun.
Harapan awal Arab Saudi lewat operasi militer yang dinilai cepat selama enam minggu untuk mengalahkan Houthi ternyata telah berubah menjadi keterlibatan yang berkepanjangan dan mahal.
Houthi sendiri sudah bermasalah dengan AS setelah rudal-rudal mereka menganggu jalur ekonomi di Laut Merah termasuk merudal kapal-kapal dagang AS.
Kini, setelah 10 tahun berkonflik dengan Houthi, masalah antara Arab Saudi dan Yaman (baca: Houthi) telah menguji kemampuan Arab Saudi sendiri untuk memaksakan kehendaknya kepada tetangganya untuk memaksa Houthi menyerahkan kendali mereka atas sebagian besar Yaman.
“Awal Mula Intervensi”
Alasan Arab Saudi untuk melakukan intervensi berubah seiring berjalannya konflik. Awalnya, intervensi tersebut merupakan respons langsung terhadap seruan mendesak Presiden Hadi kepada negara-negara Teluk dan sekutu internasional mereka, yang disampaikannya dalam surat ke Dewan Keamanan PBB pada Maret 2015.
Hadi ketika itu meminta negara-negara “untuk memberikan dukungan segera dalam segala bentuk dan mengambil tindakan yang diperlukan, termasuk intervensi militer, untuk melindungi Yaman dan rakyatnya dari agresi Houthi yang sedang berlangsung.”
Awalnya, Arab Saudi menganggap intervensi tersebut sebagai upaya yang menentukan untuk mengembalikan pemerintahan Yaman yang sah di ibu kota Sanaa.