Luwu, Portal News — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyelewengan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di Kabupaten Luwu tahun anggaran 2024 sebesar Rp 1,4 miliar.
Temuan yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 34.B/LHP/XIX.MKS/05/2025 ini mengungkap bahwa dana krusial untuk pendidikan justru digunakan tidak sesuai ketentuan, yang memperlihatkan lemahnya pengawasan dan pengendalian oleh Dinas Pendidikan kabupaten luwu.
BPK mencatat sejumlah sekolah di Luwu menyalurkan honorarium kepada guru non-ASN yang bahkan belum memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), sebagai syarat mendasar yang telah diatur pemerintah.
Menurut BPK, praktik ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 63 Tahun 2023 pasal 40 ayat 3, yang secara tegas mengatur tata cara penyaluran honorarium dan penerimanya.
Pelanggaran ini tidak hanya merusak ketertiban administrasi, tetapi juga menunjukkan kelalaian dari Kepala Dinas hingga kepala Bidang dalam menjalankan fungsi verifikasi dan pengawasan.
Kepala Bidang Pendidikan PP IPMIL Luwu, Haikal, menyebut kasus ini sebagai pengkhianatan terhadap amanah publik.
“Penyimpangan dana pendidikan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan masa depan anak-anak Luwu. Ketika Kepala Dinas, Kepala Bidang, dan Pejabat terkait lalai mengawasi yang dirugikan adalah generasi penerus kita. Kami mendesak Pemerintah Daerah untuk memproses hukum para pihak yang bertanggung jawab dan segera mengembalikan kerugian yang dialami oleh negara,” tegasnya. Minggu (10/8/25).
Dana BOSP adalah urat nadi operasional sekolah. Sehingga, Setiap rupiah yang diselewengkan berarti ada buku yang tidak sampai ke tangan murid, ruang kelas yang tetap rusak, atau program belajar yang terhenti.
Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi ini adalah kegagalan moral yang langsung memukul hak belajar ribuan anak di kabupaten luwu.
Pemerintah daerah kini berada di bawah sorotan tajam, tidak cukup hanya mengembalikan kerugian negara. Tetapi harus ada proses hukum yang transparan dan tuntas bagi semua pihak yang lalai maupun sengaja melanggar aturan.
Tanpa langkah tegas, penyimpangan serupa akan terus berulang, menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan dan merampas masa depan generasi muda di Kabupaten Luwu. (Red)